KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM UPAYA PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI HASIL KORUPSI
Kata Kunci:
Kewenangan Kejaksaan, Upaya Perampasan Aset, Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil KorupsiAbstrak
Untuk mengkaji dan menganalisa terkait implementasi peraturan mengenai perampasan aset tindak pidana pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi yang diterapkan oleh kejaksaan sudah sejalan dengan kepastian hukum, dan Untuk mengkaji dan menganalisa kewenangan kejaksaan pada saat ini untuk melakukan perampasan aset tindak pidana pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi telah memiliki kepastian hukum. Sedangkan metode penelitian yang digunakan penelitian hukum Normatif, yaitu metode yang menggunakan sumber bahan hukum primer berupa peraturan perundang undangan, teori–teori hukum dan pendapat-pendapat para ahli, dianalisis dan ditarik kesimpulan permasalahan yang digunakan menguji dan mengkaji bahan hukum Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah Terjadi ketidakpastian hukum karena jika aset tersebut sudah dicuci maka penyitaan barang-barang tersebut dalam KUHP tidak bisa segera dirampas karena dalam pasal 194 ayat (1) KUHAP tersebut dapat diketahui bahwa putusan pengadilan yang sudah incracht menentukan mengenai prosedur penyitaan barang-barang pelaku terhadap barang bukti yang telah disita oleh penyidik sebelumnya diperlukan untuk dikembalikan kepada pihak yang paling berhak, dirampas untuk negara, dirampas untuk dimusnahkan sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, atau di tahap dalam kejaksaan sebab barang bukti masih diperlukan, adapun lebih luas lagi menurut ketentuan pasal 18 ayat (1) UndangUndang Tindak Pidana Korupsi, harta yang dapat dirampas adalah harta benda yang berwujud maupun tidak berwujud yang diperoleh atau digunakan dari tindak pidana. Pasal dalam undang-undang TIPIKOR memiliki jangkauan lebih luas dibandingkan dengan yang ada dalam KUHP, karena hanya mengatur bahwa penyitaan harta benda terbatas pada harta benda terpidana yang diperoleh dari tindak pidana, dan suatu sistem pemulihan aset nasional terpadu. PERJA Nomor 7 Tahun 2020 merupakan perubahan kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor PER027/A/JA/10/2014 tentang pedoman Pemulihan Aset yang belum mengakomodir seluruh tahapan pemulihan aset, khususnya terkait dengan perampasan, pengembalian, pemusnahan dan penghapusan aset serta ketentuan yang belum sesuai dengan perkembangan zaman, oleh sebab itu PERJA Nomor 7 Tahun 2020 dilahirkan untuk menyempurnakan diskresi atau aturan turunan dari Kejaksaan Republik Indonesia untuk pemulihan aset, adapun permasalahannya kedudukan dari pidana perampasan aset tindak pidana pencucian uang hasil korupsi tersebut sebagai sekedar pidana tambahan yang penerapannya bersifat fakultatif, ketiadaan ketentuan yang jelas dan tegas tentang cara pembuktian aset hasil korupsi, instansi yang berwenang menetapkan kerugian negara dan tidak adanya cara atau standar penetapan besarnya kerugian negara, dan terlalu lamanya waktu yang ditetapkan undang-undang untuk melakukan penyitaan terhadap harta benda terpidana. Kekaburan norma dalam perumusan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor telah secara nyata menghambat dan atau melemahkan upaya pengembalian kerugian negara yang menjadi salah satu tujuan utama dari penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi