PENINGKATAN PENYEBARAN INFORMASI PALSU OLEH BUZZER:TINJAUAN HUKUM BERDASARKAN FATWA MUI NOMOR 24TAHUN 2017 DAN HUKUM PIDANA
Kata Kunci:
Penyebaran Informasi Palsu, Buzzer, Fatwa MUI, Hukum Pidana, Teknologi DigitalAbstrak
Penyebaran informasi palsu yang dilakukan oleh buzzer di media sosial mengalami peningkatan setiap waktu. Tujuan ditulisnya artikel ini adalah untuk mengkaji aktivitas yang dilakukan oleh buzzer dari sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia, terutama berlandaskan Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial, dan Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan aktivitas buzzer di media sosial semakin marak terjadi, diantaranya karena kemudahan dalam mengakses media sosial, serta minimnya penegakan hukum di Indonesia terkait aktivitas penyebaran informasi palsu. Jika ditinjau melalui sudut pandang Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 bahwa aktivitas penyebaran informasi palsu, fitnah, atau manipulasi opini publik yang dilakukan oleh buzzer adalah haram. Sebab, seluruh aktivitas tersebut telah melanggar prinsip syariah, seperti kejujuran, dan tanggung jawab. Di sisi lain, dalam ranah hukum pidana, aktivitas penyebaran informasi palsu dapat dijatuhi sanksi berdasarkan UU ITE Pasal 28 Ayat (1), dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan/atau denda hingga satu miliar rupiah. Tindakan seperti ini juga dapat dikelompokkan sebagai aktvitas pencemaran nama baik yang diatur melalui Pasal 310 dan 311 KUHP. Penelitian ini menegaskan bahwa pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan aplikasi di media sosial untuk meningkatkan literasi digital, menegakkan hukum secara maksimal, dan membentuk budaya yang bertanggung jawab dan jujur. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari aktivitas penyebaran informasi palsu yang dilakukan oleh buzzer. Adapun harapannya agar tercipta ekosistem digital yang jujur, aman, dan konstruktif.